Informasi Produk

Deskripsi Produk

Menyaksikan kualitas kekristenan yang diperagakan oleh orang-orang Kristen di zaman sekarang sungguh memprihatinkan karena kekristenan tidak merepresentasikan kehidupan Yesus Kristus sebagaimana yang kita temukan dalam Injil yang sejati. Hidup yang diperagakan orang-orang Kristen telah rusak dan tidak mencapai maksud dari kekristenan dihadirkan Allah di dunia ini.

Orang-orang Kristen telah sangat keliru memaknai Kekristenan hanya sebagai kehidupan dalam gairah keberagamaan yang berorientasi kepada kewajiban melakukan tradisi keagamaan tetapi tidak mengubah karakter yang serupa dengan Kristus yang selaras maknanya dengan menjadi Man of God. Harus dipahami bahwa dihadirkan Allah di dunia ini bukan untuk membangun gairah keagamaan tetapi untuk mengembalikan manusia kepada rancangan Allah semula, yaitu manusia yang segambar dan serupa dengan diri-Nya (Kej 1:26).

Manusia diciptakan menjadi mahluk istimewa yang tidak pernah dimiliki oleh mahluk ciptaan Allah yang lainnya, sebab hanya manusia yang diciptakan segambar dengan pencipta-Nya. Segambar artinya, kompnen-komponen yang ada pada Allah dimiliki oleh manusia yaitu pikiran, perasaan dan kehendak Allah.

Allah memberikan pikiran, perasaan dan kehendak bebas dalam diri manusia dimaksudkan Allah supaya komponen-komponen tersebut berprogres mencapai keselarasan hidup manusia dengan Allah yakni dalam segala hal manusia menjalankan hidupnya selalu sesuai dengan pikiran, perasaan dan kehendak Allah. Kualitas manusia seperti ini adalah goal kekristenan yang sejati, menjadi Man of God.

Standar kekristenan yang sejati kita temukan dalam kehidupan rasul Paulus. Dalam Galatia 2:20 ia berkata: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”.

Agama tidak akan mungkin bisa menghasilkan Man of God sebab kata Paulus justru karena agama (hukum Taurat) manusia mengenal dosa. Bukankah orang yang beragama bahkan sangat religius justru melahirkan kesombongan rohani, kemunafikan, arogansi, keserakahan, penipuan berkedok agama, dan lain sebagainya.

Kekristenan dihadirkan Allah bukan untuk menjadikan manusia beragama, tetapi ber-Tuhan. Ber-Tuhan artinya keberadaan manusia hanya untuk melayani perasaan Allah dan hidup hanya untuk kepentingan Allah. Dalam hal ini kita bisa menyimpulkan bahwa orang beragama belum tentu ber-Tuhan.

Membaca buku Man of God kita akan dibawa kepada satu tujuan yaitu menemukan makna kekristenan yang sejati sehingga olehnya kita mendapat tuntunan yang benar bagaimana kita bisa mengalami perubahan kodrat dari manusia berkodrat dosa (sinfull nature) menjadi manusia berkodrat Ilahi (divine nature) yang dapat dibuktikan dari peragaan hidup berkarakter Kristus yang sama maknanya dengan menjadi Man of God.