Harga Rp. 73.500 - Rp. 120.000 (Bebas Pajak) DPP Nilai Lain Rp. 0 DPP PPh Rp. 73.500 - Rp. 120.000 PPN 12% Rp. 0
Negosiasi harga dapat dilakukan di Keranjang Belanja.| SKU | : | BPM-00011 |
| Tag PPN | : | Buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat |
| Status Produk | : | Segel |
| Kategori | : | Jenjang SMP/MTs - SMA/MA |
| Merk | : | AVELA |
| Buatan Indonesia | : | Ya |
| UMKM | : | Ya |
| Panjang | : | 0 cm |
| Lebar | : | 14 cm |
| Tinggi | : | 20 cm |
| Berat | : | 150 gram |
Penulis: Rivo Ronaldo Ingkiriwang
Editor: Reza Adeputra Tohis
Format: Softcover
Berat: 150 gram
Dimensi: 14 cm x 20 cm; 110 hlm.
ISBN: 978-623-10-4193-7
Tahun terbit: 2024
Blurb:
Buku ini mendeskripsikan serta menganalisis gerakan Monibi Institute dalam upaya pemajuan kebudayaan di daerah tempat mereka berkegiatan, meliputi wilayah Kota Kotamobagu, Bolaang Mongondow (BOLMONG), dan Bolaang Mongondow Timur (BOLTIM). Ibarat perahu, dengan konsep sekali dayung dua pulau terlampaui, apa yang dilakukan kalangan anak muda di Monibi Institute sebenarnya bukan sekadar gerakan dalam memajukan kebudayaan daerah misalnya, lewat cara melestarikan adat, tradisi, pun kesenian daerah dalam pengertian konvensional. Lebih dari itu, apa yang dilakukan kelompok ini sebagaimana yang diteropong Rivo Ingkiriwang, adalah sebuah upaya dalam melawan mindset kelompok dominan (elitis) yang dianggap kontraproduktif hingga mampu menciptakan keterbungkaman dalam upaya pemajuan budaya.
Melalui gerakan Muted Group, Monibi Institute menggunakan berbagai sarana seperti pementasan Teater, penulisan Jurnal, Artikel, Penulisan dan penerbitan Buku dalam upaya menggali, mempertahankan, sekaligus mempromosikan kebudayaan lokal yang dianggap terpinggirkan. Tak terkecuali sederet tradisi dan ritus kuno yang mereka praktikkan kembali secara terorganisir. Ibarat tulang-belulang yang bangkit dari dalam kubur.
Dengan menggunakan metode etnografi kritis, buku ini mengungkap dinamika kekuasaan (kelompok dominan) yang membungkam ide-ide dan gerakan komunitas budaya. Data diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara, studi dokumentasi, dan kajian pustaka yang memberikan wawasan mengenai bagaimana komunitas tersebut menghadapi tantangan berupa stigmatisasi dan subordinasi. Meski tuduhan syirik, sesat, dan kafir acapkali disematkan, Monibi Institute terus berupaya merekonstruksi identitas budaya Mongondow melalui resistensi yang konsisten dan membangun jaringan yang lebih kuat.
Buku ini menunjukkan, bahwa kekuatan budaya lokal kerap menghadapi tantangan dari dominasi kekuasaan yang disandarkan pada logika religius dan politik. Buku ini juga mengilustrasikan bagaimana kelompok minoritas dapat mengembangkan gerakan perlawanan untuk menjaga eksistensi dan identitas mereka.
